Sunday, December 10, 2006

Perdebatan seputar VoIP

Akhir-akhir ini semakin banyak tanggapan mengenai pemanfaatan teknologi VoIP terutama dari sisi bisnisnya. “Kue manis” sektor telekomunikasi tersebut ternyata menarik perhatian banyak pihak dan belum lama ini salah seorang anggota dewan berkomentar bahwa VoIP telah/berpotensi merugikan negara ratusan milyar rupiah/tahun. Salah seorang yang dikenal kepakarannya di bidang Internet mencoba memberikan pencerahan yang ilmiah melalui tulisan artikelnya pada Kompas , 18-1-2002. Menurut beliau VoIP menguntungkan Negara!Benarkah? Beliau juga menghimbau untuk membuka pasar VoIP selebar lebarnya!Perlukah? Kedua pertanyaan ini “memicu” penulis untuk menelaah lebih lanjut hasil kesimpulan tersebut. Sebelumnya penulis ucapkan terima kasih atas perhitungan dan data yang telah diuraikan pada harian Kompas(18/01/02) karena hal tersebut sangat membantu dalam melakukan analisa lanjutan ini. Diasumsikan bahwa semua data dan perhitungan yang dibuat oleh pakar Internet tersebut adalah benar. Dan dalam artikel ini penulis mencoba “menggali” lebih dalam lagi menurut sudut pandang yang mungkin sedikit “berbeda”.

Inti permasalahan

Inti permasalahan yang mencuat akhir-akhir ini antara lain adalah :

  1. Komentar bahwa VoIP telah merugikan Negara ratusan milyar
  2. Pencurian pulsa,
  3. Dugaan korupsi
  4. Keinginan untuk membuka pasar VoIP ini selebar-lebarnya.

Sedangkan kesepakatan yang dianut setiap pihak adalah teknologi VoIP ini diharapkan dapat memberikan tarif SLJJ dan SLI murah yang dapat dijangkau oleh masyarakat .Artikel ini membatasi permasalahan hanya pada sector layanan VoIP untuk SLJJ untuk konfigurasi phone-to-phone, melanjutkan apa yang telah diulas oleh salah seorang pakar Internet tersebut. (Kompas,18/01/02)

Fakta yang terjadi saat ini, bisnis VoIP ternyata telah berjalan dimulai tahun 1996 (Kompas, 14/12/01) tanpa adanya ijin operasi mengenai layanan tersebut karena pemerintah memang belum mengatur regulasi mengenai hal tersebut. Saat ini pemerintah mencoba untuk mengaturnya dengan hanya memberikan ijin pada operator tertentu saja. Ini membuat gerah operator VoIP “Eksisting” yang memulai usahanya secara diam-diam dengan memanfaatkan Infrastruktur yang dimiliki TELKOM tetapi pada saat regulasi baru diberlakukan tidak mendapatkan lisensi untuk menjadi operator.

Sumber data dan Asumsi

Dengan berdasar pada konfigurasi jaringan, data dan perhitungan yang dibuat di harian Kompas (Kompas,18/01/02) , dan tariff E1 $10,000/bulan maka satu operator VoIP berpotensi memperoleh keuntungan bersih sekitar Rp. 282 jutaan/bulan dimana nilai investasi-nya sekitar 5.000.000.000,00 sedangkan potensi pendapatan TELKOM adalah Rp. 5.400.000.000,00/bulan dan potensi kerugian dari SLJJ adalah: Rp. 18.811.699.200/bulan sehingga potensi kerugian total adalah Rp.13.443.111.920,00/bulan. Dengan adanya layanan VoIP ini TELKOM memiliki potensi kehilangan pendapatan (rugi) sebesar 13.443.111.920,00/bulan.

Pemerintah sendiri memiliki potensial pendapatan dari pajak sebesar Rp.751.161.600,00/bulan ditambah 11.5% dari pendapatan TELKOM (akibat imbas VoIP ini) sebesar sekitar 617.387.537,00/bulan tetapi pemerintah juga memilki peluang kehilangan pendapatan dari pajak yang seharusnya diperoleh dari potensi kerugian SLJJ-nya TELKOM yaitu senilai 10 % dan PPh 1.5% dari 18.811.699.200,00 à 2.163.345.480,00/bulan jadi dengan maraknya bisnis VoIP pemerintah mengalami potensi pengurangan pendapatan Rp. 794,796,271,00/bulan dari sector pajak (untuk satu operator VoIP)

No comments: